Pura Dalem Cungkub Dan Pura Dangka
<p style="text-align: justify;">   Pura Dalem Cungkub merupakan salah satu pura utama di Desa Adat Mambal, Kecamatan Abiansemal, yang memiliki nilai sejarah dan spiritual mendalam bagi masyarakat setempat. Berdasarkan penuturan para tokoh adat, pura ini didirikan sebelum adanya pura Tri Kahyangan terbentuk di kawasan tersebut. Terdapat dua Pura Cungkub yang tercatat di Kecamatan Abiansemal, yaitu di Desa Adat Mambal dan Desa Adat Bindu. Pengelolaan Pura Dalem Cungkub di Mambal menjadi tanggung jawab Banjar Adat Mambal Kelodan yang melestarikan tradisi ini secara turun-temurun, sementara Banjar Adat Mambal Kajanan mengelola pura lain di kawasan tersebut.</p> <p style="text-align: justify;">   Pura Dalem Cungkub juga erat dengan kisah mitologi masyarakat, khususnya tentang Ida Betari Durga yang dipercaya pernah “diturunkan” ke dunia oleh Bhatara Siwa. Nama “cungkub” sendiri berasal dari kata penangkeb atau penutup, yang secara filosofis merepresentasikan fungsi pelindung, penyeimbang, dan pembatas antara dunia nyata (sekala) dan dunia gaib (niskala). Di lingkungan spiritual Mambal, pura ini menjadi pusat pemujaan kepada aspek pelindung dan penguji seperti manifestasi Ida Betari Durga, sekaligus penyeimbang tata ruang sakral desa. Letaknya di wilayah Banjar Adat Mambal Kelodan, yang merupakan kediaman asli keturunan desa, memperkokoh peran pura ini sebagai penjaga warisan leluhur dan penghubung antara masyarakat adat dengan kekuatan kosmis.</p> <p style="text-align: justify;">   Makna simbolis Pura Dalem Cungkub juga tercermin dari penataan ruang spiritual di Mambal, dimana pura ini berada di antara pura-pura lain dengan fungsi berbeda, seperti Pura Desa dan Pura Puseh sebagai pusat utama keagamaan, Pura Gunung Rata dengan artefak lingga-yoni sebagai lambang keseimbangan kosmis, serta Pura Melanting dan Pura Demung untuk aspek ekonomi dan agraris. Letak Pura Dalem Cungkub sebagai penyeimbang menunjukkan perannya sebagai titik peralihan antara pelindung, penguji, dan pengayom, menjaga keharmonisan antara nilai adat, spiritual, dan sosial desa.</p> <p style="text-align: justify;"><img height="100px" src="https://desamambal.badungkab.go.id/storage/desamambal/image/Pura Dalem Cungkub.jpg" weigth="100px" /></p> <p style="text-align: justify;">   Fungsi penyeimbang juga tampak dalam pelaksanaan upacara besar seperti Padudusan Agung Memungkah Madya, di mana pura menjadi pusat kolektif pemurnian dan penguatan taksu (daya spiritual). Seluruh banjar, baik Kelodan maupun Kajanan, terlibat dalam ritual di Pura Dalem Cungkub, memperkuat kebersamaan dan makna harmonisasi di antara masyarakat dengan latar belakang berbeda. Selain itu, kompleks pura ini dilengkapi Taman Beji yang menjadi sumber air suci (tirta). Di Taman Beji terdapat lorong air besar yang konon bisa dimasuki hingga lima meter dan diyakini terhubung dengan Desa Sibang Kaja. Menurut keterangan tetua desa, Mangku Taman Beji merupakan orang pertama yang berhasil mengeksplorasi lorong tersebut.</p> <p style="text-align: justify;">  Pura Dalem Cungkub juga dikenal sebagai tempat memohon “taksu”, energi spiritual yang diyakini meningkatkan kepercayaan diri seniman sebelum tampil, seperti yang dilakukan oleh beberapa seniman seperti Gusti Ngurah Windia, maestro tari topeng dari Carangsari yang dikenal luas di Bali, serta Pan Murdi, seorang seniman arja kawakan. Keduanya dikenal sebagai sosok yang memiliki taksu kuat, sehingga penampilannya selalu berhasil memukau penonton dan memberi kesan mendalam. Kehadiran kedua seniman tersebut di Pura Dalem Cungkub menjadi bukti nyata tentang keyakinan masyarakat terhadap peran spiritual Pura Dalem Cungkub dalam membentuk kualitas batin seorang seniman.</p> <p style="text-align: justify;">  Salah satu upacara terbesar yang diselenggarakan di pura ini adalah Padudusan Agung Memungkah Madya, yang merupakan puncak penyucian dan pembaruan spiritual bagi pura serta seluruh lingkungan desa. Upacara ini tidak hanya membersihkan secara lahiriah, tetapi juga menyucikan secara rohaniah seluruh komponen kehidupan adat dan keagamaan. Pada tanggal 22 Juli 2025, upacara ini menjadi sangat istimewa karena menurut para penglingsir (tetua) yang sudah berusia sekitar 80 tahun, upacara sebesar itu belum pernah dilakukan sebelumnya di pura tersebut. Ini menjadi momentum sakral dan penanda sejarah baru bagi masyarakat adat Mambal.</p> <p style="text-align: justify;">  Makna mendalam upacara ini terlihat dari keterlibatan seluruh lapisan masyarakat, seperti pengempon, krama adat, seniman, dan rohaniawan. Padudusan Agung Memungkah Madya memperkuat ikatan batin serta rasa kebersamaan, sehingga energi spiritual pura diyakini semakin kuat dan memberikan berkah perlindungan, taksu, serta kemakmuran bagi seluruh warga desa.</p> <p style="text-align: justify;">   Pura Dalem Cungkub menempati posisi sentral dalam jejaring sosial, keagamaan, dan adat Desa Adat Mambal. Lebih dari sekadar peninggalan masa lalu, kompleks pura ini menjadi titik temu antara sejarah, spiritualitas, dan praktik budaya yang masih hidup hingga sekarang. Keberadaannya tidak hanya ditopang oleh narasi tradisi, melainkan juga dikuatkan oleh sumber sejarah, struktur kepengurusan adat, serta partisipasi kolektif masyarakat. Di setiap upacara besar, pura ini menjadi magnet yang menyatukan berbagai lapisan masyarakat seperti pengempon, pemangku, seniman, hingga generasi muda dalam sebuah proses sakral yang memperkuat identitas komunal. Selain menjalankan fungsi religius, pura juga menjadi ruang pembelajaran lintas generasi, tempat nilai-nilai leluhur diwariskan secara hidup melalui ritual, seni, dan dialog. Dengan demikian, Pura Dalem Cungkub bukan hanya saksi bisu perjalanan waktu, melainkan pusat dinamika kebudayaan yang menjaga harmoni serta kesinambungan warisan adat Mambal di tengah arus perubahan.</p> <p style="text-align: justify;"><img height="100px" src="https://desamambal.badungkab.go.id/storage/desamambal/image/Pura Dalem Cungkub 3.jpg" weigth="100px" /></p> <p style="text-align: justify;"><img height="100px" src="https://desamambal.badungkab.go.id/storage/desamambal/image/Pura Dalem Cungkub 2.jpg" weigth="100px" /></p> <p style="text-align: justify;">   Dalam studi tentang lanskap spiritual dan budaya di Desa Adat Mambal, keberadaan Pura Dangka menawarkan perspektif menarik tentang interaksi antara ruang, objek, dan keyakinan. Berbeda dengan fungsi Pura Dalem Cungkub sebagai pusat kegiatan upacara, Pura Dangka lebih berperan sebagai repositori sakral, sebuah tempat yang didedikasikan untuk pemeliharaan dan transisi elemen-elemen suci. Pemindahan pejenengan dari Pura Dalem Cungkub ke Pura Dangka tidak sekadar tindakan logistik, melainkan sebuah ritual yang merefleksikan pemahaman kolektif tentang keteraturan dan dinamisme spiritual. Proses ini menggambarkan sebuah sistem spiritual yang dinamis, di mana kekuatan niskala tidak selalu harus berada di tempat utama, melainkan dapat dipindahkan dan disimpan dalam kondisi yang terkontrol untuk menjaga keseimbangan.</p> <p style="text-align: justify;">   Secara fundamental, Pura Dangka berfungsi sebagai ruang peralihan spiritual, tempat di mana kekuatan niskala bersemayam dalam kondisi laten, menunggu waktu yang tepat untuk diaktifkan kembali. Konsep ini menyoroti pandangan dunia di mana kesucian tidak hanya ada di tempat-tempat yang aktif digunakan untuk upacara, tetapi juga di ruang-ruang yang didedikasikan untuk konservasi spiritual. Lebih dari itu, Pura Dangka juga bertindak sebagai pusat konservasi budaya. Kehadiran perlengkapan seni Arja seperti gelungan, topeng Rangda dan Kalika, menegaskan peran ganda pura ini. Benda-benda ini bukan sekadar artefak seni; mereka adalah simbol-simbol hidup dari pertunjukan tradisional yang sarat makna. Topeng Rangda, misalnya, melambangkan kekuatan destruktif yang harus diseimbangkan, sementara Kalika merepresentasikan salah satu manifestasi kekuatan tersebut.</p> <p style="text-align: justify;"><img height="100px" src="https://desamambal.badungkab.go.id/storage/desamambal/image/Pura Dalem Cungkub 1.jpg" weigth="100px" /></p> <p style="text-align: justify;">   Dalam konteks pertunjukan, benda-benda kesenian ini dipersepsikan bukan hanya sebagai properti, melainkan sebagai media yang mengalirkan energi spiritual. Studi komparasi dengan seni pertunjukan lain menunjukkan bahwa topeng dan hiasan kepala yang disakralkan ini, melalui proses ritual pembersihan dan pengisian energi, diyakini dapat menghasilkan “medan magnetik” yang kuat. Energi ini terasa oleh penonton, menciptakan pengalaman estetika yang melampaui sekadar hiburan visual. Kekuatan ini mempertemukan aktor dan audiens dalam sebuah ruang resonansi spiritual, dimana makna simbolis dari setiap gerakan dan ekspresi terasa lebih intens.</p> <p style="text-align: justify;">   Konsepsi mengenai artefak seni yang dijiwai dengan kekuatan spiritual dan memiliki dampak signifikan terhadap audiens, tidak terbatas hanya pada konteks Bali. Sebuah analisis komparatif mengungkapkan adanya paralelisme yang signifikan di berbagai tradisi global. Sebagai contoh, topeng Noh di Jepang, meskipun tidak selalu melalui ritual pengisian energi serupa, dipersepsikan memiliki “jiwa” yang memungkinkan para aktor untuk mengartikulasikan emosi kompleks dengan pergerakan minimal. Kehadiran topeng ini memfasilitasi terciptanya suasana yugen, suatu konsep estetika yang merujuk pada keindahan misterius dan mendalam yang memukau penonton (mirip dengan taksu di Bali). </p> <p style="text-align: justify;">   Lebih lanjut, dalam berbagai tradisi di Afrika, seperti pada masyarakat Igbo dan Yoruba di Nigeria, topeng seremonial dianggap sebagai wadah fisik bagi entitas spiritual atau roh leluhur. Para penari yang mengenakan topeng tersebut tidak hanya dapat dipahami sebagai aktor yang menampilkan pertunjukan, melainkan sebagai individu yang telah bertransformasi menjadi manifestasi entitas spiritual. Kehadiran spiritual ini diyakini memancarkan energi yang luar biasa, di mana getarannya tidak hanya dapat dirasakan tetapi juga berpotensi memengaruhi kondisi fisik dan spiritual audiens. Fenomena ini mengindikasikan adanya korespondensi lintas budaya mengenai peran objek sakral dalam menjembatani dimensi fisik dan spiritual, menciptakan pengalaman yang intens dan transformatif bagi seluruh komunitas.</p> <p style="text-align: justify;">   Dengan menyimpan artefak-artefak ini, masyarakat Desa Adat Mambal tidak hanya melestarikan benda fisik, tetapi juga merawat memori kolektif dan melindungi narasi spiritual yang terkandung dalam seni pertunjukan mereka. Analisis ini menunjukkan bahwa Pura Dangka adalah sebuah entitas kompleks yang menggabungkan fungsi sakral dan kultural. Pura tersebut merupakan tempat dimana transisi spiritual terjadi dan warisan budaya dijaga, menjadikannya sebuah pilar penting dalam struktur sosial dan keyakinan masyarakat Desa Adat Mambal.</p>
13 Oct 2025